Bandar Lampung— Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencoreng nama Rumah Tahanan (Rutan) Wayhui Kelas 1B, Bandar Lampung. Seorang narapidana berinisial A yang seharusnya sudah bebas melalui program pembebasan bersyarat pada Januari lalu, hingga kini masih mendekam di balik jeruji besi. Padahal, napi tersebut telah menyerahkan uang sebesar Rp 11 juta kepada seorang petugas registrasi berinisial BI yang diduga berperan dalam pengurusan berkas pembebasannya.
Ironisnya, kasus dugaan pungli ini bukanlah yang pertama kali terjadi di rutan tersebut. Berdasarkan keterangan dari mantan narapidana kasus narkotika yang baru saja bebas tiga minggu lalu, pungutan liar di Rutan Wayhui sudah menjadi rahasia umum, terutama dalam penyewaan ponsel bagi para napi. Menurutnya, biaya sewa ponsel bervariasi antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per bulan, tergantung kesepakatan dengan oknum petugas yang menyewakannya.
“Kita selalu diberi tahu kalau mau ada razia. Jadi, setiap razia dilakukan, petugas tidak pernah menemukan ponsel karena sudah dikumpulkan terlebih dahulu,” beber mantan napi tersebut kepada awak media.
Penyalahgunaan ponsel dalam rutan dan lembaga pemasyarakatan sebenarnya telah diatur dengan jelas dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Dalam pasal 4 ayat (2) huruf k, narapidana dilarang keras memiliki, membawa, dan menggunakan alat elektronik berupa ponsel di dalam rutan.
Sementara itu, praktik pungutan liar dalam pengurusan pembebasan bersyarat jelas melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12 huruf e UU tersebut menyatakan bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji dengan maksud menggerakkan atau tidak menggerakkan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dapat dikenai pidana.
Namun, meski aturan telah ditegakkan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pelanggaran masih terus terjadi. Keberadaan pungli dan praktik ilegal lainnya di dalam Rutan Wayhui menimbulkan pertanyaan besar: mengapa tindakan ini terus berulang? Apakah ada pembiaran dari pihak berwenang?
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Rutan Wayhui terkait dugaan pungli yang mencederai sistem pemasyarakatan ini. Sementara itu, petugas Rutan Wayhui belum ada yang dapat terkonfirmasi untuk memberikan tanggapan atas dugaan pelanggaran ini.
(TIM)